Rabu, 09 Juni 2010

tanah ultisol


Ultisol:
Tanah yang termasuk ordo Ultisol merupakan tanah-tanah yang terjadi penimbunan liat di horison bawah, bersifat masam, kejenuhan basa pada kedalaman 180 cm dari permukaan tanah kurang dari 35%. Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Podzolik Merah Kuning, Latosol, dan Hidromorf Kelabu.

Tanah Ultisol memiliki kemasaman kurang dari 5,5 sesuai dengan sifat kimia, komponen kimia tanah yang berperan terbesar dalam menentukan sifat dan ciri tanah umumnya pada kesuburan tanah. Nilai pH yang mendekati minimun dapat ditemui sampai pada kedalaman beberapa cm dari dari batuan yang utuh (belum melapuk). Tanah-tanah ini kurang lapuk atau pada daerah-daerah yang kaya akan basa-basa dari air tanah pH meningkat pada dan di bagian lebih bawah solum (Hakim,dkk. 1986).

Tanah Ultisol sering diidentikkan dengan tanah yang tidak subur, tetapi sesungguhnya bisa dimanfaatkan untuk lahan pertanian potensial, asalkan dilakukan pengelolaan yang memperhatikan kendala (constrain) yang ada pada Ultisol ternyata dapat merupakan lahan potensial apabila iklimnya mendukung. Tanah Ultisol memiliki tingkat kemasaman sekitar 5,5 (Munir, 1996).

Untuk meningkatkan produktivitas Ultisol, dapat dilakukan melalui pemberian kapur, pemupukan, penambahan bahan organik, penanaman tanah adaptif, penerapan tekhnik budidaya tanaman lorong (atau tumpang sari), terasering, drainase dan pengolahan tanah yang seminim mungkin. Pengapuran yang dimaksudkan untuk mempengaruhi sifat fisik tanah, sifat kimia dan kegiatan jasad renik tanah. Pengapuran pada Ultisol di daerah beriklim humid basah seperti di Indonesia tidak perlu mencapai pH tanah 6,5 (netral), tetapi sampai pada pH 5,5 sudah dianggap baik sebab yang terpenting adalah bagaimana meniadakan pengaruh meracun dari aluminium dan penyediaan hara kalsium bagi pertumbuhan tanaman (Hakim,dkk, 1986).

Tanah ini umumnya berkembang dari bahan induk tua. Di Indonesia banyak ditemukan di daerah dengan bahan induk batuan liat. Tanah ini merupakan bagian terluas dari lahan kering di Indonesia yang belum dipergunakan untuk pertanian. Problem tanah ini adalah reaksi masam, kadar Al tinggi sehingga menjadi racun tanaman dan menyebabkan fiksasi P, unsure hara rendah, diperlukan tindakan pengapuran dan pemupukan, keadaan tanah yang sangat masam sangat menyebabkan tanah kehilangan kapasitas tukar kation dan kemampuan menyimpan hara kation dalam bentuk dapat tukar, karena perkembangan muatan positif. (Hardjowigeno,1993).

Senyawa-senyawa Al monomerik dan Al –hidroksi merupakan sumber utama kemasaman dapat tukar dan kemasaman tertitrasi pada Ultisol. Sumber-sumber lain adalah kation-kation ampoter dapat tukar atau senyawa-senyawa hidroksinya, bahan organik dan hidrogen dapat tukar (Lopulisa,2004).

Sifat-sifat penting pada tanah Ultisol berkaitan dengan jumlah fosfor dan mineral-mineral resisten dalam bahan induk, komponen-komponen ini umumya terdapat dalam jumlah yang tidak seimbang, walupun tidak terdapat beberapa pengecualian. Ultisol yang berkembang pada bahan induk dengan kandungan fosfor yang lebih tinggi. Translokasi/pengangkutan liat yang ekstensif berlangsung meninggalkan residu yang cukup untuk membentuk horizon-horison permukaan bertekstur kasar atau sedang (Lopulisa, 2004).

Selain bahan organic melalui proses dekomposisi dapat menyediakan nutrisi tanaman. Dekomposisi bahan organic oleh berbagai mikroorganisme tanah berlangsung lamban akan tetapi terus berlangsung secara beransur-ansur, keadaan demikian menyebabkan terbebasnya fosfor dan elemen-elemen lainnya yang esensial bagi pertumbuhan tanaman (Munir, 1996).

Cara konvensional dengan system tebang bebas dan bakar ternyata menyebabkan pH tanah basa-basa dapat tukar dan fosfor tersedia dalam tanah akan meningkat pada awalnya, tetapi setelah 1,5 tahun kemudian akan mengalami penurunan, sehingga ditanami dua atau tida tahun produktivitasnya akan menurun secara tajam (Soepardi, 1979).

Ultisol merupakan tanah yang telah mengalami proses pelapukan lanjut melalui proses Luxiviasi dan Podsolisasi. Ditandai oleh kejenuhan basa rendah (kurang dari 35% pada kedalaman 1,8 m), Kapasitas Tukat Kation kurang dari 24 me per 100 gram liat, bahan organic rendah sampai sedang, nutrisi rendah dan pH rendah (kurang dari 5,5) (Munir, 1996).

Tingkat pelapukan dan pembentukan Ultisol berjalan lebih cepat, daerah-daerah yang beriklim humid dengan suhu tinggi dan curah hujan tinggi menyebabkan Ultisol mempunyai kejenuhan basa-basa rendah. Selain itu Ultisol juga mempunyai kemasaman tanah, kejenuhan Aldd tinggi, Kapasitas Tukar Kation rendah (kurang dari 24 me per 100 gram tanah), kandungan nitrogen rendah, kandungan fosfat dan kalium tanah rendah serta sangat peka terhadap erosi(Soepraptoharjo, 1979).

Pengaruh pemupukan lebih lanjut pada tanah Podsolik merah kuning untuk menambah jumlah dan tingkat ketersediaan unsure hara makro, karena telah diketahui bahwa Ultisol miskin akan basa-basa (yang ditandai dengan kejenuhan basa kurang dari 35%) dan KTK rendah (kurang dari 24 me per 100 gram liat) (Munir, 1996).

KTK dan jumlah kemasaman terukur pada Ultisol sanagt tergantung pada pH larutan yang digunakan dalam penetapan, misalnya nilai terbesar dari KTK dan kemasaman umumnya diperoleh bila penetapan dilakukan pH 8,2 sedang pada pH 7,0 dan terendah bila ditetapkan pada pH tanah. Sumber utama KTK bergantung pH dan kemasaman mencakup hidrolisis senyawa-senyawa Al hidroksi antar lapisan (Soepardi, 1979).

Kesuburan alami tanah Ultisol umumnya terdapat pada horizon A yang tipis dengan kandungan bahan organik yang rendah. Unsur hara makro seperti fosfor dan kalium yang sering kahat, reaksi tanah masam hingga sangat masam, serta kejenuhan aluminium yang tinggi merupakan sifat-sifat tanah Ultisol yang sering menghambat pertumbuhan tanaman. Tingkat pelapukan dan pembentukan ultisol berjalan lebih cepat pada daerah-daerah yang beriklim humid dengan suhu tinggi dan curah hujan tinggi (seperti halnya di Indonesia). Ini berarti ultisol merupakan tanah yang telah mengalami proses pencucian sangat intensif. Hal ini menyebabkan ultisol mempunyai kejenuhan basa-basa rendah (kurang dari 355 pada standar pH 8,2) dan kadar mineral lapuknya sangat rendah. Pemberian Kapur Untuk mengatasi kendala kemasaman dan kejenuhan Al yang tinggi dapat dilakukan pengapuran. Pemberian kapur bertujuan untuk meningkatkan pH tanah dari sangat masam atau masam ke pH agak netral atau netral, serta menurunkan kadar Al. Untuk menaikkan kadar Ca dan Mg dapat diberikan dolomit, walaupun pemberian kapur selain meningkatkan pH tanah juga dapat meningkatkan kadar Ca dan kejenuhan basa. Pemupukan P Pemupukan fosfat merupakan salah satu cara mengelola tanah Ultisol, karena di samping kadar P rendah, juga terdapat unsur-unsur yang dapat meretensi fosfat yang ditambahkan. Kekurangan P pada tanah Ultisol dapat disebabkan oleh kandungan P dari bahan induk tanah yang memang sudah rendah, atau kandungan P sebetulnya tinggi tetapi tidak tersedia untuk tanaman karena diserap oleh unsur lain seperti Al dan Fe. Penambahan Bahan Organik Bahan organik dapat meningkatkan agregasi tanah, memper-baiki aerasi dan perkolasi, serta membuat struktur tanah menjadi lebih remah dan mudah diolah. Bahan organik tanah melalui fraksi-fraksinya mempunyai pengaruh nyata terhadap pergerakan dan pencucian hara. Penyediaan bahan organik dapat pula diusahakan melalui pertanaman lorong (alley cropping). Selain pangkasan tanaman dapat menjadi sumber bahan organik tanah, cara ini juga dapat mengendalikan erosi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar